PGRI Minta Pemerintah Ikut Perhatikan Guru Honorer
Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) menilai, keputusan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pegawai honorer di lingkup Kementerian dan Lembaga (K/L) merupakan sebuah tindakan yang tepat. Kendati demikian, kebijakan tersebut rupanya belum merangkul tenaga kependidikan di sekolah negeri maupun madrasah yang jumlahnya ratusan ribu.
Seperti diketahui, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan penjelasan lewat akun resmi Facebook miliknya. Dia mengatakan jika pegawai kontrak atau non-PNS di tingkat pusat yakni K/L seperti sekretaris, satpam, pengemudi, petugas kebersihan dan pramubhakti (cleaning service), akan dibayarkan tambahan honor sebesar 1 bulan sebagai THR.
Ketua PB PGRI Didi Supriyadi mengungkapkan, aturan yang diambil Menkeu sudah tepat lantaran honorer yang dimaksud adalah pegawai kontrak yang sudah ada perjanjian kerja dari pihak outsourcing di lembaga pemerintahan.
Namun demikian, ia menyayangkan jumlah tenaga pendidik kontrak yakni guru honorer di sekolah negeri maupun madrasah yang tidak terdeteksi kebijakan pembagian THR itu.
"Honorer semacam itu (sekretaris, satpam, dan lainnya) tidaklah banyak, juga adanya di lembaga pemerintah pusat maupun daerah. Sedangkan honorer kebanyakan yang tak ter-cover oleh Menkeu yaitu honorer di sekolah negeri dan madrasah. Jumlahnya ratusan ribu," ucap dia kepada Liputan6.com, Senin (28/5/2018).
Dia berpendapat, sejumlah tenaga honorer di luar guru semisal buruh pabrik yang baru bekerja tiga bulan pun wajib mendapat tunjangan saat hari raya sebesar satu bulan gaji.
Oleh karenanya, ia merasa, para guru honor yang telah berkecimpung mengajarkan anak bangsa selama bertahun-tahun wajib hukumnya menerima THR.
"Bukan pantas dan tak pantas, buruh pabrik tiga bulan kerja wajib dapat THR satu bulan gaji, sementara guru honorer belasan tahun ga dapat THR. Maka wajib kalau honorer dapat THR," pungkas Didi.